Thursday, October 15, 2009

Melarikan diri Dari masalah

Entah sadar atau tidak orang sering melarikan diri dari masalah, karena masalah itu terlalu berat diatasi, atau terlalu menakutkan untuk dihadapi.
Berikut adalah beberapa kegiatan melarikan diri dari masalah, yang merasa bertobatlah.

1.main game mulu...
2.banyak tidur siang...
3.kebanyakkan nonton tv...
4.selalu jalan2 tanpa ada alasan yang jelas...
5.menghasut pacar untuk berduaan terus...
6.pake narkoba
7.terus-terusan makan

lari dari masalah hanya istilah..

kemanapun kita mencoba lari, masalah akan tetap ada dan terbawa di pikiran kita..

Melupakan sejenak masalah dengan cara2 diatas (Kecuali Pake narkoba) kadang bisa menjadi alternatif bwt ngeringanin beban pikiran kita.. tapi bukan berarti masalah bakal selesai begitu saja.. nah.. setelah pikiran kita lebih siap untuk mencari cara pemecahan dari masalah, biasanya kita akan lebih mudah mendapatkan jawaban terbaik dari masalah kita..

masalah, baik di undang atau enggak akan tetep datang sendiri..
jangan takut ma yang namanya masalah...
ngapain musti lari??
Pria sejati gak pernah lari dari masalah..
Pria sejati adalah mereka yang mampu menyelesaikan masalahnya dengan cerdik...

inget, jangan terlalu lama lari dari masalah..
umumnya, masalah kecil menjadi besar karena kita terlalu lama menunda2 untuk menyelesaikan masalah.

"Bukankah saat yang paling tepat untuk membunuh monster adalah ketika mereka masih kecil?"

Sunday, October 11, 2009

Kapan Kita Boleh Menyerah?

”Habis gelap, terbitlah terang,” demikian Ibu Kartini memesankan. Setiap situasi sulit, pasti ada akhirnya. Masalahnya, kita sering tidak tahu kapan kesulitan itu akan berakhir sehingga tidak mudah untuk memutuskan apakah harus menyerah dan berhenti sampai disini saja, ataukah kita mesti bertahan ’sebentar’ lagi? Jika berhenti, boleh jadi kita kehilangan momentum karena bisa saja sebenarnya kita sudah berada pada ’detik-detik’ menjelang akhir itu. Tapi, kalau harus terus, sampai kapan?

Anda tentu tahu bahwa kemajuan teknologi memungkinkan kita menggunakan ban mobil tanpa ban dalam. Ban sejenis itu bernama ’Tubeless Tyre’. Namun, lidah ketimuran kita lebih mudah menyebutnya sebagai ban cubles, alias ban tanpa ban dalam. Kekaguman saya terhadap ban cubles seolah tidak pernah habis-habisnya. Pertama karena dia mengajari kita untuk mengubah paradigma. Semula, yang namanya ban, ya mutlak mesti ada ban dalam. Jadi, tanpa ban dalam, ban tidak bisa dipompa. Ban cubles mengenalkan kita kepada paradigma baru bahwa tanpa ban dalam pun ternyata kita bisa mendapatkan fungsi ban sebagaimana mestinya.

Jika hari ini kita bisa mengubah paradigma tentang ban yang ternyata tidak harus selalu memiliki ban dalam, mungkinkah kita juga mengubah paradigma kita tentang hidup? Misalnya, kita sering percaya bahwa untuk bisa berhasil kita mesti memiliki ’ini dan itu’. Tanpa semua ’ini dan itu’ itu, tidaklah mungkin kita berhasil. Jika hingga saat ini kita belum juga berhasil, barangkali bukan karena kita tidak memiliki ’ini dan itu’ itu. Sebab, ban cubles itu sudah menunjukkan bahwa tanpa ban dalam pun dia tidak kehilangan fungsinya sebagai ban. Boleh jadi, paradigma lama telah menjadikan pandangan kita agak gelap. Sehingga kita tidak melihat kemungkinan lain untuk berhasil, selain semua ’keharusan’ dan ’persyaratan’ yang kita buat sendiri itu.

Kekaguman saya berikutnya pada ban cubles adalah pada daya tahannya. Beberapa kali ban mobil saya terkena paku. Namun, ban cubles itu tidak pernah mengecewakan saya. Jika ban tradisional terkena paku, maka pada detik itu juga akan langsung gembos. Dia bisa meledak dengan bunyi yang sanggup menggetarkan jantung hingga nyaris copot. Bahkan, jika itu terjadi disaat kendaraan melaju kencang, bisa menyebabkan kecelakaan. Tapi, ban cubles tidak demikian. Seperti yang saya alami dimusim liburan tahun ini. Saya sedang berada diluar kota ketika mendapati ban mobil kami kempes. Karena kebanyakan orang sedang mudik, maka sebagian besar tambal ban pada tutup. Ketika ada satu yang masih buka, saya tidak bisa berharap banyak karena perlengkapan yang dimilikinya tidak memungkinkan untuk membongkar ban. Praktis yang bisa dilakukannya hanya menambah angin saja. Dengan ijin Tuhan, saya berhasil menyelesaikan perjalanan sekitar 200 kilometer dengan nyaman dan aman.

Keesokan harinya, saya membongkar ban itu. Benar saja, ada paku ulir yang tertancap disana. Saya kagum karena ban cubles itu tidak langsung meledak saat tertusuk paku. Saya lebih kagum lagi karena ada paku lain yang menancap dibagian lainnya. Bahkan terkena dua paku pun dia tidak mengeluh. Dan saya lebih kagum lagi karena ternyata ada satu paku lainnya lagi yang menghunjam kedalam ban itu. Saya tidak habis pikir, bagaimana ban itu bisa bertahan sedemikian kuatnya padahal kedalam tubuhnya ditancapkan tiga buah paku tajam.

Ketahanan semacam ini yang barangkali jarang dimiliki oleh manusia seperti kita. Kita sering terlalu cengeng untuk bisa memendam rasa pedih dan perih ini. Lalu memilih untuk berhenti daripada terus berlari seiring dengan perputaran roda kehidupan ini. Sedangkan ban cubless itu. Dia bertahan dalam nyeri itu sedemikian tenangnya sehingga dalam keadaan terluka oleh tiga buah pakupun tiada mengeluh. Dia tidak mejerit-jerit. Dia tidak beteriak-teriak, apalagi sampai meledak. Dengan tubuh penuh luka itu, dia tabah memikul beban dipundaknya, kemudian terus berlari mengimbangi gerakan roda-roda lainnya.

Mari sekali lagi kita bandingkan, apakah sikap kita lebih mirip ban tradisional yang langsung gembos ketika tertusuk paku kecil sekalipun. Lalu merengek mogok dan meminta berhenti. Atau, mungkin kita sudah memiliki ketangguhan. Katabahan. Dan ketahanan tingkat tinggi seperti yang dimiliki oleh ban cubles itu. Memang. Kita tidak pernah tahu kapan terang itu akan terbit. Seperti halnya kita tidak tahu, kapan tempaan ini akan berakhir dalam penyelesaian yang indah. Namun, jika kita memiliki sikap seperti ban cubles itu; setidak-tidaknya, kita tidak mudah dibuat menyerah. Ban cubles itu baru akan menyerah setelah tak ada lagi udara yang sanggup ditahannya didalam. Seolah dia berprinsip; ”sampai tetes udara penghabisan.” Seperti semboyan yang selalu dikatakan para pejuang sejati:”sampai titik darah penghabisan.” Sehingga, selama hayat masih dikandung badan, mereka tidak akan berhenti berjuang.

Andai saja kita bisa meniru ban cubles itu. Mungkin, kita bisa menjadi pribadi-pribadi yang tangguh. Dengan sikap tidak mudah menyerah itu, kita mempunyai peluang untuk tiba diakhir gelap, agar bisa menikmati terang. Sebab, sehabis gelap, terbitlah terang. Karena dalam setiap kesulitan, selalu ada kemudahan. Mudah-mudahan.

Mari Berbagi Semangat!

Dadang Kadarusman

Friday, October 9, 2009

TIPS MEMBERI NAMA ANAK

TIPS MEMBERI NAMA ANAK

Memberikan nama untuk anak itu susah-susah gampang. Salah-salah nama bisa jadi beban buat si Anak. Maka hati-hatilah dalam memberikan nama untuk anak tersayang. Karena nama akan disandang seumur hidupnya.

1. Nama itu mengandung do'a. Nama anak itu cermin harapan orang tua. Nama itu mengandung Do'a. Tetapi do'anya yang singkat saja. Kalau terlalu panjang nanti dikira Tahlil atau Wirid. Kalau dipanggil bukannya nengok, malah bilang "Amiinn.."

2. Nama jangan nyusahin orang Kelurahan. Nama anak mudah dibaca dan mudah ditulis. Meskipun tampaknya bagus, jangan pakai huruf mati yang digandeng-gandeng atau didobel-dobel (mis.Lloyd,Nikky, Thasya dll). Biasanya sama petugas Kelurahan akan terjadi salah tulis dalam pembuatan Akta Kelahiran, Kartu Keluarga, KTP, dll. Nah... nggak enaknya lagi kalo kita minta revisi biasanya kena biaya lagi... dan prosesnya lama lagi.

3. Nama jangan cuma satu kata. Minimal ada First Name, Nick Name dan Family name gitu loh.... Ini penting terutama kalo pas lagi ngurus Paspor atau Visa. Nggak jadi berangkat ke Amrik hanya gara-gara namanya cuma Prakoso atau Pamuji atau Paryono khan kesiaan...

4. Nama jangan terlalu panjang. Nama yang panjang bererot bisa bikin susah si pemilik nama. Disamping susah ngingetnya, juga ngerepotin waktu ngisi formulir pendaftaran masuk Perguruan Tinggi Negeri (dulu UMPTN). Itu lho..yang ngitemin buletan-buletan pakai pensil 2B. Capeek khaan... Nama panjang seperti Siti Hartati Riwayati Mulianingsih Adiningrum Mekar Berseri Sepanjang Hari.... adalah sangat-sangat not-recommended.

5. Nama anak bersifat internasional. Anak kita hidup dimasa depan, di era globalisasi dimana hubungan dengan dunia internasional amat sangat intens. Jadi jangan mempersulit anak dengan nama-nama yang sulit di-eja. Nama Saklitinov misalnya orang Jepang nyebutnya Sakuritino, orang Sunda bilang aktinop orang Amrik bilang Sechlaytinove... Syusah khaaannn Padahal maksudnya Sabtu Kliwon Tiga November...

6. Ketahuilah arti nama anak. Ketahuilah arti nama anak. Jangan memberikan nama hanya karena enak diucapkan atau bagus ditulisnya. Nama Jalmowono memang sepintas enak diucapkan dan bagus kalo ditulis tetapi ketahuilah bahwa Jalmowono itu artinya Orang Utan.

7.Jangan pakai nama artis. Nama artis memang bagus-bagus, cuma masalahnya kalau artis itu kelakuannya baik... lha kalau jadi bahan gosip melulu khan jadi beban juga buat si anak. Lagian pakai nama artis itu tandanya anda gak kreatif dalam bikin nama.

8. Abjad huruf pertama nama anak. Huruf pertama "A" pada nama anak ada enak gak enaknya. Gak enaknya kalau pas ada ujian/test/wawancara sering dipanggil duluan. Gak sempet nanya-nanya ama temannya. Tapi kadang-kadang juga pas giliran dapat pembagian apa gitu, dapetnya juga sering duluan. Sebaiknya ambil huruf pertama itu antara D sampai K. Cukupan lah... Huruf depan Z... wah.. biasanya adanya dibawah...

9. Jangan sok Kebarat-baratan. Jangan memberi nama anak dengan bergaya kebarat-baratan, biar dibilang keren. Kudu diinget, anda lahir dibumi Indonesia, orang Indonesia, kultur ya tetap orang Indonesia. Kalau nama keindo-indoan, tapi mukanya ya melayu-melayu juga, malu sendiri kan, anaknya ya ortunya.. Lagian kalo kejepit toh bilangnya "adawww...." bukan "Oh my God..

http://nama-bayiko.blogspot.com/

Raden Wirawangsa = Tumenggung Wiradadaha I

Wirawangsa
Dalam silsilah ini terdapat :
1. Raden Patah
2. Pati Unus
3. Raden Abdullah = Pangeran Yunus = Arya Jepara
4. Raden Suryadiwangsa = Suryadingrat
5. Raden Wirawangsa = Tumenggung Wiradadaha I
-------------------------------------------------------

Raden Wirawangsa = Tumenggung Wiradadaha I

Di sekitar tahun 1620 salah seorang putra Raden Suryadiningrat menjadi kepala daerah Sukapura beribukota di Sukakerta bernama Raden Wirawangsa setelah menikah dengan putri bangsawan setempat.

Raden Wirawangsa kelak di tahun 1635 resmi menjadi Bupati Sukapura diangkat oleh Sultan Agung Mataram karena berjasa memadamkan pemberontakan Dipati Ukur. Raden Wirawangsa diberi gelar Tumenggung Wiradadaha I yang menjadi cikal bakal dinasti Wiradadaha di Sukapura (Tasikmalaya). Gelar Wiradadaha mencapai yang ke VIII dan dimasa ini dipindahkanlah ibukota Sukapura ke Manonjaya. Bupati Sukapura terakhir berkedudukan di Manonjaya adalah kakek dari kakek kami bergelar Raden Tumenggung Wirahadiningrat memerintah 1875-1901. Setelah beliau pensiun maka ibukota Sukapura resmi pindah ke kota Tasikmalaya.

Daftar berikut merupakan para Bupati Sukapura dari dinasti Wiradadaha dan keturunannya.

1. Raden Ngabehi Wirawangsa, bergelar Raden Tumenggung Wiradadaha I dipanggil Dalem Pasir Beganjing, berkedudukan di Leuwiloa, Sukaraja, (1641-1674).

2. Raden Djajamanggala, bergelar Raden Tumenggung Wiradadaha II dipanggil Dalem Tamela, berkedudukan di Leuwiloa, Sukaraja, (1674).

3. Raden Anggadipa I, bergelar Raden Tumenggung Wiradadaha III dipanggil Dalem Sawidak, berkedudukan di Leuwiloa, Sukaraja, (1674-1723).

4. Raden Subamanggala, bergelar Raden Tumenggung Wiradadaha IV dipanggil Dalem Pamijahan, berkedudukan di Leuwiloa, Sukaraja, (1723-1745).

5. Raden Secapati, bergelar Raden Tumenggung Wiradadaha V dipanggil Dalem Srilangka, berkedudukan di Leuwiloa, Sukaraja, (1745-1747).

6. Raden Jaya Anggadireja, bergelar Raden Tumenggung Wiradadaha VI dipanggil Dalem Siwarak, (1747-1765), berkedudukan di Leuwiloa, Sukaraja.

7. Raden Djayamanggala II, bergelar Raden Tumenggung Wiradadaha VII dipanggil Dalem Pasirtando, (1765-1807), berkedudukan di Empang, Sukaraja.

8. Raden Anggadipa II, bergelar Raden Tumenggung Wiradadaha VIII dipanggil Dalem Sepuh, (1807-1837), berkedudukan di Manonjaya.

9. Raden Tumenggung Danudiningrat, (1837-1844), berkedudukan di Manonjaya.

10. Raden Tumenggung Wiratanubaya, dipanggil Dalem Sumeren, (1844-1855), berkedudukan di Manonjaya.

11. Raden Tumenggung Wiraadegdana, dipanggil Dalem Bogor, (1855-1875), berkedudukan di Manonjaya.

12. Raden Tumenggung Wirahadiningrat, dipanggil Dalem Bintang, (1875-1901), berkedudukan di Manonjaya.

13. Raden Tumenggung Prawirahadingrat, (1901-1908), berkedudukan di Tasikmalaya.

14. Raden Tumenggung Wiratanuningrat, (1908-1937), berkedudukan di Tasikmalaya, di masa pemerintahan ini tepatnya 1 Januari 1913 Kabupaten Sukapura diganti nama menjadi Kabupaten Tasikmalaya.

Raden Suryadiwangsa = Suryadiningrat

Wirawangsa
Dalam silsilah ini terdapat :
1. Raden Patah
2. Pati Unus
3. Raden Abdullah = Pangeran Yunus = Arya Jepara
4. Raden Suryadiwangsa = Suryadiningrat
5. Raden Wirawangsa = Tumenggung Wiradadaha I
--------------------------------------------------

Raden Suryadiwangsa = Suryadingrat

Selain Raden Aryawangsa, Raden Abdullah putra Pati Unus juga memiliki anak lelaki lainnya yaitu yang dikenal sebagai Raden Suryadiwangsa yang belakangan lebih dikenal dengan gelar Raden Suryadiningrat yang diberikan Panembahan Senopati ketika Mataram resmi menguasai Priangan Timur pada tahun 1595.

Raden Surya dikirim ayahnya, Raden Abdullah putra Pati Unus yang telah menjadi Penasehat Kesultanan Banten untuk membantu laskar Islam Cirebon dalam usaha peng Islaman Priangan Timur. Raden Surya memimpin dakwah (karena hampir tanpa pertempuran) hingga mencapai daerah Sukapura dibantu keturunan tentara Malaka yang hijrah ketika Pati Unus gagal merebut kembali Malaka dari penjajah Portugis. Beristirahatlah mereka di suatu tempat dan dinamakan Tasikmalaya yang berarti danaunya orang Malaya (Melayu) karena didalam pasukan beliau banyak terdapat keturunan Melayu Malaka.

Raden Abdullah = Pangeran Yunus = Arya Jepara

Wirawangsa
Dalam silsilah ini terdapat :
1. Raden Patah
2. Pati Unus
3. Raden Abdullah = Pangeran Yunus = Arya Jepara
4. Raden Suryadiwangsa = Suryadingrat
5. Raden Wirawangsa = Tumenggung Wiradadaha I
-------------------------------------------------------

Raden Abdullah = Pangeran Yunus = Arya Jepara


Dengan selamatnya putra Pati Unus yang kedua yaitu Raden Abdullah, maka sungguh Allah hendak melestarikan keturunan para Syahid, seperti yang terjadi pada pembantaian cucu nabi Muhammad, Imam Husain dan keluarganya ternyata keturunan beliau justru menjadi berkembang besar dengan selamatnya putra beliau Imam Zaynal Abidin. Bukan kebetulan pula bila Pati Unus pun seperti yang disebut diatas adalah keturunan Imam Husayn cucu Nabi Muhammad SAW, karena hanya Pahlawan besar yang melahirkan Pahlawan besar.

Ketika armada Islam mendaratkan pasukan Banten di teluk Banten, Raden Abdullah diajak pula untuk turun di Banten untuk tidak melanjutkan perjalanan pulang ke Demak. Para komandan dan penasehat armada yang masih saling berkerabat satu sama lain sangat khawatir kalau Raden Abdullah akan dibunuh dalam perebutan tahta mengingat sepeninggal Pati Unus, sebagian orang di Demak merasa lebih berhak untuk mewarisi Kesultanan Demak karena Pati Unus hanya menantu Raden Patah dan keturunan Pati Unus (secara patrilineal) adalah keturunan Arab seperti keluarga Kesultanan Banten dan Cirebon, sementara Raden Patah adalah keturunan Arab hanya dari pihak Ibu sedangkan secara patrilineal (garis laki-laki terus menerus dari pihak ayah, Brawijaya) adalah murni keturunan Jawa (Majapahit).

Sebagian riwayat turun temurun menyebutkan Pangeran Yunus (Raden Abdullah putra Pati Unus) ini kemudian dinikahkan oleh Mawlana Hasanuddin dengan putri yang ke III, Fatimah. Tidak mengherankan, karena Kesultanan Demak telah lama mengikat kekerabatan dengan Kesultanan Banten dan Cirebon. Selanjutnya pangeran Yunus yang juga banyak disebut sebagai Pangeran Arya Jepara dalam sejarah Banten, banyak berperan dalam pemerintahan Sultan Banten ke II Mawlana Yusuf (adik ipar beliau) sebagai penasehat resmi Kesultanan .

Dari titik ini keturunan beliau selalu mendapat pos Penasehat Kesultanan Banten , seperti seorang putra beliau Raden Aryawangsa yang menjadi Penasehat bagi Sultan Banten ke III Mawlana Muhammad dan Sultan Banten ke IV Mawlana Abdul Qadir.

Selain Raden Aryawangsa, Raden Abdullah putra Pati Unus juga memiliki anak lelaki lainnya yaitu yang dikenal sebagai Raden Suryadiwangsa yang belakangan lebih dikenal dengan gelar Raden Suryadiningrat yang diberikan Panembahan Senopati ketika Mataram resmi menguasai Priangan Timur pada tahun 1595.

Pati Unus atau Adipati Unus

Wirawangsa
Dalam silsilah ini terdapat :
1. Raden Patah
2. Pati Unus
3. Raden Abdullah = Pangeran Yunus = Arya Jepara
4. Raden Suryadiwangsa = Suryadingrat
5. Raden Wirawangsa = Tumenggung Wiradadaha I
-------------------------------------------------------

Pati Unus atau Adipati Unus

Pati Unus atau Adipati Unus (1480?–1521) adalah Sultan Demak kedua, yang memerintah dari tahun 1518 hingga 1521. Ia adalah menantu Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak. Pada tahun 1521, Pati Unus memimpin penyerbuan ke Malaka melawan pendudukan Portugis. Pati Unus gugur dalam pertempuran ini, dan digantikan oleh adik iparnya, Sultan Trenggana.
Pati Unus dikenal juga dengan julukan Pangeran Sabrang Lor (sabrang=menyeberang, lor=utara), karena pernah menyeberangi Laut Jawa menuju Malaka untuk melawan Portugis.

Nama asli beliau Raden Abdul Qadir putra Raden Muhammad Yunus dari Jepara. Raden Muhammad Yunus adalah putra seorang Muballigh pendatang dari Parsi yang dikenal dengan sebutan Syekh Khaliqul Idrus. Muballigh dan Musafir besar ini datang dari Parsi ke tanah Jawa mendarat dan menetap di Jepara di awal 1400-an masehi.

Silsilah Syekh ini yang bernama lengkap Abdul Khaliq Al Idrus bin Syekh Muhammad Al Alsiy (wafat di Parsi) bin Syekh Abdul Muhyi Al Khayri (wafat di Palestina) bin Syekh Muhammad Akbar Al-Ansari (wafat di Madina) bin Syekh Abdul Wahhab (wafat di Mekkah) bin Syekh Yusuf Al Mukhrowi (wafat di Parsi) bin Imam Besar Hadramawt Syekh Muhammad Al Faqih Al Muqaddam. Imam Faqih Muqaddam seorang Ulama besar sangat terkenal di abad 12-13 M yang merupakan keturunan cucu Nabi Muhammad, Sayyidus Syuhada Imam Husayn (Qaddasallohu Sirruhu) putra Imam Besar Sayyidina Ali bin Abi TalibKarromallohu Wajhahu dengan Sayyidah Fatimah Al Zahra.

Setelah Raden Abdul Qadir beranjak dewasa di awal 1500-an beliau diambil mantu oleh Raden Patah yang telah menjadi Sultan Demak I. Dari Pernikahan dengan putri Raden Patah, Abdul Qadir resmi diangkat menjadi Adipati wilayah Jepara (tempat kelahiran beliau sendiri). Karena ayahanda beliau (Raden Yunus) lebih dulu dikenal masyarakat, maka Raden Abdul Qadir lebih lebih sering dipanggil sebagai Adipati bin Yunus (atau putra Yunus). Kemudian hari banyak orang memanggil beliau dengan yang lebih mudah Pati Unus.

Dari pernikahan ini beliau diketahui memiliki 2 putra. Ke 2 putra beliau yang merupakan cucu-cucu Raden Patah ini kelak dibawa serta dalam expedisi besar yang fatal yang segera merubah nasib Kesultanan Demak.

Memasuki tahun 1521, ke 375 kapal telah selesai dibangun, maka walaupun baru menjabat Sultan selama 3 tahun Pati Unus tidak sungkan meninggalkan segala kemudahan dan kehormatan dari kehidupan keraton bahkan ikut pula 2 putra beliau (yang masih sangat remaja) dari pernikahan dengan putri Raden Patah dan seorang putra lagi (yang juga masih sangat remaja) dari seorang selir dengan risiko kehilangan segalanya termasuk putus nasab keturunan, tapi sungguh Allah membalas kebaikan orang-orang yang berjuang di jalannya.

Armada perang Islam siap berangkat dari pelabuhan Demak dengan mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Armada perang yang sangat besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang. Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala yang telah menjadi Sultan Demak II. Dari sini sejarah keluarga beliau akan berubah, sejarah kesultanan Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa akan berubah.

Armada perang Islam yang sangat besar berangkat ke Malaka dan Portugis pun sudah mempersiapkan pertahanan menyambut Armada besar ini dengan puluhan meriam besar pula yang mencuat dari benteng Malaka.
Kapal yang ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan menurunkan perahu untuk merapat ke pantai. Ia gugur sebagai Syahid karena kewajiban membela sesama Muslim yang tertindas penjajah (Portugis) yang bernafsu memonopoli perdagangan rempah-rempah.

Sebagian pasukan Islam yang berhasil mendarat kemudian bertempur dahsyat hampir 3 hari 3 malam lamanya dengan menimbulkan korban yang sangat besar di pihak Portugis, karena itu sampai sekarang Portugis tak suka mengisahkan kembali pertempuran dahsyat di tahun 1521 ini . Melalui situs keturunan Portugis di Malaka (kaum Papia Kristang) hanya terdapat kegagahan Portugis dalam mengusir armada tanah jawa (expedisi I) 1513 dan armada Johor dalam banyak pertempuran kecil.
Armada Islam gabungan tanah Jawa yang juga menderita banyak korban kemudian memutuskan mundur dibawah pimpinan Raden Hidayat, orang kedua dalam komando setelah Pati Unus gugur. Satu riwayat yang belum jelas siapa Raden Hidayat ini, kemungkinan ke-2 yang lebih kuat komando setelah Pati Unus gugur diambil alih oleh Fadhlulah Khan (Tubagus Pasai) karena sekembalinya sisa dari Armada Gabungan ini ke Pulau Jawa , Fadhlullah Khan alias Falathehan aliasFatahillah alias Tubagus Pasai-lah yang diangkat Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati sebagai Panglima Armada Gabungan yang baru menggantikan Pati Unus yang syahid di Malaka.

Putra pertama dan ketiga Pati Unus ikut gugur, sedangkan putra kedua, Raden Abdullah dengan takdir Allah untuk meneruskan keturunan Pati Unus, selamat dan bergabung dengan armada yang tersisa untuk kembali ke tanah Jawa. Turut pula dalam armada yang balik ke Jawa, sebagian tentara Kesultanan Malaka yang memutuskan hijrah ke tanah Jawa karena negerinya gagal direbut kembali dari tangan penjajah Portugis. Mereka orang Melayu Malaka ini keturunannya kemudian membantu keturunan Raden Abdullah putra Pati Unus dalam meng-Islam-kan tanah Pasundan hingga dinamai satu tempat singgah mereka dalam penaklukan itu di Jawa Barat dengan Tasikmalaya yang berarti Danau nya orang Malaya (Melayu).

Raden Patah

Wirawangsa
Dalam silsilah ini terdapat :
1. Raden Patah
2. Pati Unus
3. Raden Abdullah = Pangeran Yunus = Arya Jepara
4. Raden Suryadiwangsa = Suryadingrat
5. Raden Wirawangsa = Tumenggung Wiradadaha I
-------------------------------------------------------

Raden Patah

Raden Patah adalah pendiri dan sultan pertama Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1500-1518. Pada masanya Masjid Demak didirikan, dan kemudian ia dimakamkan di sana. Nama Patah sendiri berasal dari kata al-Fatah, yang artinya "Sang Pembuka", karena ia memang pembuka kerajaan Islam pertama di pulau Jawa.

Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah adalah putra Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad) dari seorang selir Cina. Karena Ratu Dwarawati sang permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, Brawijaya terpaksa memberikan selir Cina kepada putra sulungnya, yaitu Arya Damar bupati Palembang. Setelah melahirkan Raden Patah, putri Cina dinikahi Arya Damar, melahirkan Raden Kusen.

Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden Patah menolak menggantikan Arya Damar menjadi bupati Palembang. Ia kabur ke pulau Jawa ditemani Raden Kusen. Sesampainya di Jawa, keduanya berguru pada Sunan Ampel di Surabaya. Raden Kusen kemudian mengabdi ke Majapahit, sedangkan Raden Patah pindah keJawa Tengah membuka hutan Glagahwangi menjadi sebuah pesantren.

Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. Brawijaya di Majapahit khawatir kalau Raden Patah berniat memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden Patah.

Raden Kusen menghadapkan Raden Patah ke Majapahit. Brawijaya merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.
Menurut kronik Cina, Jin Bun pindah dari Surabaya ke Demak tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477 sebagai bawahan Demak. Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi di Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo.

Menurut naskah babad dan serat, Raden Patah memiliki tiga orang istri. Yang pertama adalah putri Sunan Ampel, menjadi permaisuri utama, melahirkan Raden Surya dan Raden Trenggana, yang masing-masing secara berurutan kemudian naik takhta, bergelar Pangeran Sabrang Lor dan Sultan Trenggana.

Untuk Anakku

Wirawangsa

Dalam silsilah ini terdapat :
1. Raden Patah
2. Pati Unus
3. Raden Abdullah = Pangeran Yunus = Arya Jepara
4. Raden Suryadiwangsa = Suryadingrat
5. Raden Wirawangsa = Tumenggung Wiradadaha I