Friday, November 6, 2009

Apa itu KOMPETENSI ?

Kata kompetensi (competence) sebagaimana kebanyakan kata di dunia ini, berasal dari bahasa Latin competens. Competens merupakan bentuk present participle dari kata kerja competere. Kata ini mengandung dua unsur: com, yang berarti “bersama-sama (together)”, dan petere, yang berarti berjuang (strive). Jadi competere secara literal berarti berjuang bersama (to strive together).

Menarik sekali bahwa kata kompetensi (competence) dan kompetensi (competition) keduanya merupakan derivasi dari competere. Dan sebagaimana kita sudah mahfum bersama kini, kompetisi adalah kekuatan penggerak dibalik fokus industri pada kompetensi. “Interestingly, as we have seen, competition is the driving force behind the current focus on competence”.

Ide mengenai kompetensi erat hubungannya dengan ide mengenai kapabilitas. Orang yang berkompeten adalah orang yang kapabel. Sebagaimana tim yang kompeten tentu tim yang kapabel. Dan organisasi yang berkompeten adalah organisasi yang kapabel. Asosiasi kompetensi dan kapabilitas ini tentu saja membuat kompetensi berkaitan dengan kesuksesan menuntaskan pekerjaan (getting the job done). Dalam konteks manajemen mutakhir kini, kompetensi adalah segala sesuatu mengenai penciptaan nilai tambah. Competence is about adding value.

Dampaknya, semakin banyak perusahaan, organisasi, sekolah, praktisi dan konsultan yang berfokus pada pendekatan berbasis kompetensi. Muncullah gerakan mengkompetensikan segala sesuatu. Di Eropa dan Amerika menyebutnya sebagai competency movement. Gerakan kompetensi awalnya mempertanyakan dua hal sederhana” “Kita sebaiknya bagus di bidang apa? Dan bagaimana kita dapat mengembangkan kompetensi apa saja yang diperlukan sehingga bisa sangat bagus di bidang tersebut?”

Gerakan mengkompetensikan segala sesuatu ini semakin menggema melalui salah satu ikonnya, ketika C.K. Prahalad dan Gary Hamel’s menulis artikel “The Core Competence of the Organization’s” dalam salah satu edisi Harvard Business Review 1990. Prahalad dan Hamel yakin bahwa organisasi atau perusahaan yang bisa bertahan di dunia industri yang turbulen saat ini adalah yang mampu memelihara dan mengembangkan kompetensi intinya. “Oganizations that will survive and thrive in these turbulent times are those that nurture their core competencies”.


di dalam dunia pendidikan kita mengenal yang disebut kombinasi dari KSA (Knowledge Skills dan Attitude) - PKS (Pengetahuan Keterampilan dan Sikap). Kemampuan untuk meramu KSA sehingga bisa diimplementasikan untuk melaksanakan tugas merupakan kompetensi. Saya pribadi lebih menyukai istilah KSB (Knowledge Skill Behavior) atau PKP (Pengetahuan Ketrampilan Perilaku) karena perilaku merupakan perwujudan nyata dari attitude atau sikap.

Kebutuhan akan sebuah kata kompetensi sebenarnya adalah lahir dari kebutuhan bagian sumber daya manusia untuk mendapatkan sebuah deskripsi abstrak terhadap ramuan KSB dalam kerangka sebuah tugas atau pekerjaan tertentu. Harus diakui, tidak pernah ada sebuah tugas atau pekerjaan yang tidak mengandung unsur KSB. Anda menghitung uang saja misalnya, ada unsur kejujuran disitu yang merupakan sebuah perilaku atau sikap.

Sehingga kompetensi dapat didefinisikan dengan sebuah deskripsi persyaratan standard dari seorang individu berbentuk ramuan antara pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melakukan tugas yang spesifik dalam tingkat kinerja tertentu.

Jika dibagi 2 definisi diatas maka penjelasannya adalah berikut

(1) Deskripsi persyaratan standar dalam bentuk KSB/PKP maka dalam penyusunan deskripsi tadi mengacu kepada 3 dimensi yaitu

Tingkatan pemahaman pengetahuan (biasanya digunakan bloom taxonomy) yang dimulai dari I know, I understand, I can apply, I can analyze, I can synthesize, and I can Evaluate untuk satu atau beberapa pengetahuan. Tingkatan untuk keterampilan adalah insting berlogika dan insting otomatis. Sedangkan tingkatan untuk perilaku adalah pasif, responsif, kesadaran nilai, konseptualisasi nilai, proaktif.

(2) untuk dapat melakukan tugas yang spesifik dalam tingkat kinerja tertentu

Sebuah tugas (yang biasanya lekat dengan jabatan) harus memiliki deskripsi yang jelas karena jika tidak akan sulit mendefinisikan kompetensinya. Tugas “menyediakan makan siang buat staf” bagi seorang office boy mungkin akan bervariasi dari masak sendiri, order delivery hingga beli di warteg langsung.

Tingkat kinerja tertentu merupakan bentuk ukuran kinerja yang diharapkan dicapai. Sebaiknya menghindari kata-kata abstrak seperti “baik”, “sempurna” yang bisa memiliki standar berbeda tergantung dari persepsi penilainya. Ukuran kuantitatif seperti “% benar” atau “% selesai” mungkin lebih baik.

Bedakan kompetensi dan kompeten. Kompeten merupakan sebuah “predikat” yang kita berika kepada seseorang yang berhasil meramu KSA yang dimilikinya untuk melakukan tugas tertentu. Tentunya tugas tersebut telah memiliki sebuah standar kompetensi tertentu. Kompetensi=kriteria KSA.

Pendefinisian kompetensi tidak bisa lepas dari definisi dari “saudara”nya yaitu kapabilitas (capability), yang jika diindonesiakan disebut sebagai mampu. Sebuah diskusi yang menarik adalah jika anda menganggap seseorang mampu apakah berarti dia adalah kompeten(/bisa)?

Menurut saya kapabilitas (/kemampuan) adalah kapasitas, dimana didalam kapasitas bisa berkembang tidak hanya melalui pengembangan KSA tetapi juga pengalaman. Semakin banyak dan beranekaragam pengalaman yang dimiliki maka kapabilitas akan meningkat. Kapabilitas=Kapasitas+Pengalaman.

Kapabilitas mirip modal, yang dapat disalurkan dalam berbagai variasi bentuk untuk melakukan tugas yang belum pernah dilakukan (unknown task)

No comments:

Post a Comment